TEKNIK
ANGKET SEBAGAI PROSEDUR PELAKSANAAN ASESMEN
DALAM
MENGIDENTIFIKASI KECERDASAN
SOSIAL
SISWA DI SEKOLAH
Oleh
:
Fazrah
Suleman
Abstrak
Penelitian
dilatarbelakangi oleh minimnya program layanan bimbingan di sekolah,
terutama dalam tingkat
prosedur pelaksanaan analisis kebutuhan atau need
asessment
siswa. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan penggunaan teknik
angket sebagai prosedur pelaksaan asesmen dalam pelayanan Bimbingan
dan Konseling di sekolah. Penelitian
ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode quasi
experiment
dengan disain non-equivalent
pretest-posttest control group design. Penelitian
dilaksanakan melalui empat tahapan sebagai berikut : studi
pendahuluan, uji rasional layanan, pelaksanaan layanan, dan
pengungkapan akhir untuk melihat keefektifan pemberian layanan.
Hasil
penelitian menunjukan 1) tenik
angket secara umum merupakan salah satu bagian dari asesment teknik
non tes,
2) rumusan
prosedur
pelaksanaan asesmen dalam pelayanan BK di sekolah dapat digunakan
melalui teknik angket,
3) teknik
angket efektif untuk pengumpulan data siswa secara akurat dan
efisien.
Sehingga teknik angket direkomendasikan
untuk dipertimbangkan sebagai prosedur
pelaksanaan asesmen dalam
pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah
untuk efektifitas
pengumpulan data atau need
asessment siswa
di sekolah.
Kata
kunci: Teknik Angket, Need Asessmen, Bimbingan dan Konseling.
PENDAHULUAN
Situasi
global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka peluang bagi
manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik.
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2010: 1) menjelaskan dampak
positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus
berfikir dan meningkatkan kemampuan. Adapun dampak negatif dari
globalisasi adalah: (1) keresahan hidup dikalangan masyarakat yang
semakin meningkat karena banyaknya konflik, stres, kecemasan dan
frustasi, (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi dan
korupsi makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah
secara lugas, (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan
konflik tidak saja konflik psikis tapi juga konflik fisik, dan (4)
pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementara
dan adiktif seperti penggunaan obat-obat terlarang.
Untuk
mengatasi masalah tersebut perlu dipersiapkan sumber daya manusia
Indonesia yang bermutu. Manusia Indonesia yang bermutu yaitu manusia
yang sehat jasmani dan rohani, bermoral dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi secara profesional, serta dinamis dan
kreatif. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional
(Yusuf & Nurihsan, 2010: 2).
Hal
yang mendukung bagi terciptanya manusia Indonesia yang yang bermutu
adalah pendidikan yang bermutu pula. Pendidikan yang bermutu tidak
cukup melalui inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga
harus didukung oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
didukung oleh profesionalisme dan sistem manajemen tenaga pendidik.
Secara mendasar profesinalisme tenaga pendidik
telah diakomodasi dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No.27 Tahun 2008 Tentang Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor :
“Guru
Bimbingan dan Konseling atau konselor sebagai pendidik profesional
dituntut memiliki kompetensi pedagogis, profesional,
kepribadian dan sosial.”
Ketentuan
yang termaktub dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional menunjukan
bahwa, guru pembimbing harus memiliki kompetensi profesionalisme
dalam kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, sehingga guru
pembimbing atau konselor mampu untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi perkembangan dunia dengan berbagai macam dampak yang bisa
menghambat perkembangan peserta didik.
Profesional
atau kata dasarnya adalah profesi identik juga dengan kata keahlian,
demikian juga Jarvis tahun 1983 (Martinis Yamin, 2009:3) mengartikan
seorang yang melakukan tugas profesi juga sebagai seorang yang ahli
(expert).
Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni
pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur
berlandaskan intelektualitas.
Secara
mendasar, profesionalisme guru pembimbing atau konselor bukan suatu
yang lahir tanpa syarat, artinya sesuatu yang hadir begitu saja tanpa
proses belajar yang panjang. Proses yang akhirnya menjadikan guru
pembimbing atau konselor sebagai agen pembelajaran memiliki posisi
strategis untuk melakukan berbagai perubahan, peningkatan dan
pengembangan dalam penyelengaraan proses pendidikan di sekolah secara
terus-menerus dan berkesinambungan dan sekaligus dapat mendorong
peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didiknya
untuk mencapai perkembangan optimal di dalam mempersiapkan peserta
didik untuk meraih keberhasilan masa depan.
Untuk
itu guru pembimbing atau konselor dituntut memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor agar mampu memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling yang mandiri.
Salah
satu kompetensi profesional yang harus dikuasai adalah memiliki
penguasaan konsep dan praktis asesmen dalam pelayanan bimbingan dan
konseling.
Gantina
Komalasari, dkk (2011: 17) mendefinisikan asesmen sebagai proses
pengumpulan, menganalisis, dan menginterpretasikan data atau
informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Hal tersebut
dilakukan untuk mendapat gambaran berbagai kondisi individu dan
lingkungannya sebagai dasar pengembangan program layanan bimbingan
dan konselingyang sesuai kebutuhan.
Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asesmen merupakan suatu
metode pengumpulan data berupa informasi untuk memperoleh gambaran
berbagai kondisi perserta didik dalam pelayanan bimbingan dan
konseling yang sesuai dengan kebutuhan.
Asesmen
dalam konsep bimbingan dan konseling memiliki posisi yang urgen,
karena asesmen merupakan dasar dari rancangan program bimbingan dan
konseling yang sesuai dengan kebutuhan. Gantina Komalasari, dkk
(2011: 19) juga menambahkan bahwa penyusunan program bimbingan dan
konseling di sekolah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan
mengidentifikasi aspek-asek yang dijadikan bahan masukan bagi
penyusunan program.
Asesmen
dalam bingan dan konseling dapat berupa teknik tes dan non tes.
Gantina Komalasari, dkk (2011: 22) menjelaskan bahwa asesmen teknik
nontes paling banyak dilakukan oleh konselor. Prosedur perancangan,
pengadministrasian, pengolahan, analisis, dan penafsirannya relatif
lebih sederhana sehingga mudah untuk dipelajari dan dipahami.
Berbagai bentuk asesmen teknik non tes yang selama ini sering
digunakan antara lain pedoman wawancara, pedoman observasi, angket,
daftar cek masalah (DCM), sosiometri, alat ungkap masalah Umum
(AUM-U), alat ungkap masalah belajar (AUM-PTSDL), infentori tugas
perkembangan, dll.
Asesmen
teknik non tes yang akan menjadi bahan acuan penelitian di sini
adalah teknik angket.
Komalasari
(2011: 81) mendefinisikan angket sebagai suatu alat pengumpul data
dalam asesmen non tes, berupa serangakaian pertanyaanyang diajukan
kepada responden (peserta didik, orang tua atau masyarakat). Winkel
tahun 1987 (Komalasari, 2011: 81) juga mendefinikasikan angket
sebagai suatu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang harus
dijawab secara tertulis juga.
Dari
definisi angket di atas maka dapat disimpulkan bahwa angket merupakan
seerangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi
dalam bentuk pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden. Maka
dengan menggunakan salah satu teknik nontes yaitu angket maka dapat
dijadikan sarana pengumpulan data atau informasi yang dibutuhkan
dalam pelayanan bimbingan dan konseling yang sesuai kebutuhan.
METODE
PENELITIAN
Prosedur
Pengumpulan Data: Telaah Pustaka
Telaah
Pustaka
Penulisan
jurnal ilmiah ini menggunakan metode studi pustaka berupa buku-buku,
jurnal, artikel, dan browsing
data dari internet yang telah teruji kevalidannya, berhubungan satu
sama lain, relevan dengan kajian tulisan serta mendukung uraian atau
analisis pembahasan.
Pengolahan
Data
Dalam
penulisan jurnal ilmiah ini, analisis data dilakukan dengan
menggunakan pendekatan
kuantitatif, yakni pendekatan penelitian yang dirancang untuk
menjawab pertanyaan penelitian atau hipotesis secara spesifik dengan
penggunaan analisis statistik.
Yang berarti bahwa data yang diperoleh akan dijalaskan sedetail
mungkin untuk mendapatkan kesimpulan akhir dari uraian atau analisis
pembahasan. Melalui
pendekatan ini diharapkan diperoleh data mengenai gambaran secara
empirik proses
pengolahan data melalui teknik angket dalam pelayanan bimbingan dan
konseling.
HASIL
PENELITIAN
Konsep
Dasar
Definisi
Angket
Sutoyo
Anwar (2009: 168) mendefinisikan bahwa angket atau kuesioner
merupakan sejumah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data
faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden, yang
dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab oleh
responden. Sedangkan Gantina Komalasari, dkk (2011: 81)
mendefinisikan angket sebagai suatu alat pengumpul data dalam asesmen
non tes, berupa serangakaian pertanyaanyang diajukan kepada responden
(peserta didik, orang tua atau masyarakat).
Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa angket merupakan angket
serangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi
dalam bentuk pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden dalam
hal ini adalah peserta didik, orang tua atau masyarakat.
Angket
dikenal juga dengan sebutan kuesioner. Alat asesmen ini secara garis
besar terdiri dari tiga bagian (Komalasari, 2011: 81), yaitu: (1)
judul angket, (2) pengantar yang berisi tujuan atau petunjuk
pengisian angket, dan (3) item-item pertanyaan, bisa juga opini atau
pendapat, dan fakta.
Fungsi
Angket
Angket
disusun dengan tujuan untuk menghimpun sejumlah informasi yang
relevan dengan keperluan bimbingan dan konseling, seperti identitas
pribadi peserta didik, keterangan tentang keluarga, riwayat
kesehatan, riwayat pemdidikan, kebiasaan belajar di rumah, hobi atau
informasi lainnya. Data yang diperolah berfungsi untuk: (1)
mengumpulkan informasi sebagai bahan dasar dalam rangka penyususnan
program, (2) untuk menjamin validitas
informasi
yang diperoleh dengan metode lain, (3) evaluasi prorgam BK, dan (4)
untuk mengambil sampling sikap/pendapat dari responden (Gantina
Komalasari, 2011: 81)
Jenis-Jenis
Angket
Menurut
Gantina Komalasari (2011: 82), angket dapat dibedakan berdasarkan
tiga jenis, yaitu: (1) bedasarkan bentuk pertanyaan atau pernyataan,
(2) berdasarkan respondennya (sumber data), dan (3) berdasarkan
strukturnya.
Berdasarkan
bentuk pertanyaan atau pernyataan dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu: (1) angket terbuka, (open
questionaire)
merupakan bentuk angket yang pertanyaan atau pernyataannya memberi
kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban atau pendapatnya
sesuai dengan keinginan mereka, (2) angket tertutup (close
questionaire)
adalah angket yang pertanyaannya atau pernyataannya tidak memberi
kebebasan kepada responden untik menjawab sesuai pendapat dan
keinginan mereka, dan (3) angket semi terbuka (semi
open qeustinaire)
yaitu bentuk angket yang pertanyaannya atau pernyataannya berbentuk
tertutup, tetapi diikuti pertanyaan terbuka.
Dilihat
dari sumber datanya, angket dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1)
angket langsung, adalah bil angket itu langsung diberikan kepada
responden yang ingin diselidiki, jawaban diperoleh dari sumber
pertama tanpa menggunakan perantara, dan (2) angket tidak langsung,
yaitu bila angket disampaikan kepada orang lain yang dimintai
pendapat tentang kondisi orang lain, jawaban tersebut diperoleh
dengan melalui perantara sehingga jawabannya tidak dari sumber
pertama.
Dilihat
dari strukturnya, angket dibedakan menjadi 2 pula yaitu: (1) angket
berstruktur, yaitu angket yang bersifat tegas, konkret dengan
pertanyaan atau pernyataan yang terbatas dan menghendaki jawaban yang
tegas dan terbatas pula, dan (2) angket tidak berstruktur,
dipergunakan apabila konselor menginginkan uraian lengkap dari subyek
tentang sesuatu hal, di mana diminta uraian yang terbuka dan panjang
lebar, disampaikan dengn mengajukan pertanyaan bebas.
Kelebihan
dan Kekurangan Angket
Seperti
instrumen non tes yang lainnya, angket pula memiliki kelebihan dan
kekurngannya. Oleh karena itu, penggunaannya harus iintegrasikan
dengan alat asesmen lainnya, sehingga konselor dapat menemukan info
yang relevan terhadap kondisi subjek yang akan diamati.
Gantina
Komalasari (2011: 86-87) menjelaskan bahwa terdapat kelihan dan
kelemahan dari angket. Berikut kelebihan dari angket, antara lain:
(1) angket merupakan metode praktis karena dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah yang banyak
dan waktu yang singkat, (2) merupakan metode yang ekonomis dari segi
tenaga yang dibutuhkan antara lain tidak membutuhkan kehadiran
konselor, (3) setiap responden menerima sejumlah pertanyaan yang
sama, (4) pada angket tertutup memudahkan tabulasi hasil bagi
konselor, (5) pada angket terbuka responden mempunyai kebebasan untuk
memberikan keterangan, (6) responden mempunyai waktu cukup untuk
menjawab pertanyaan, (7) pengaruh subjektif dapat dihindarkan, (8)
pengisian angket dapat dibuatkan anonim sehingga responden bebas,
jujur dan tidak malu-malu menjawab.
Sedangkan
kekurangan dari angket antara lain: (1) responden sering tidak teliti
dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab,
padahal sukar diulangi untuk diberikan kembali kepada responden, (2)
sulit untuk mendapat jaminan bahwa responden akan memberikan jawaban
yang tepat, (3) penggunaannya terbatas hanya pada responden yang bisa
membaca dan menulis, (4) pertanyaan atau pernyataan dalam angket
dapat saja ditafsirkan salah oleh responden, dan (5) sulit
mendapatkan jaminan bahwa semua responden akan mengembalikan semua
angket yang diberikan.
Strategi
Pengolahan Data Angket
Langkah
Penyusunan Angket
Berikut
beberapa langkah penyusunan angket menurut Komalasari (2011: 85-86),
yaitu:
Menentukan
tujuan yang akan dicapai dari penggunaan angket. Misal, angket
disusun dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan belajar peserta
didik di rumah, ingin mengetahui keterkaitan peserta didik terhadap
tugas, ingin mengetahui kondisi keluarga, dan sebagainya.
Mengidentifikasi
variabel yang akan menjadi materi angket, misal persepsi peserta
didik tentang pengasuhan orang tua, kebiasaan belajar, minat
kegiatan ekstrakurikulerdan sebagainya, kemudian dijabarkan dalam
kisi-kisi.
Menyusun
kalimat-kalimat pertanyaan atau pernyataan yang mewakili setiap
indikator sebagaimana yang telah dijabarkan dalam kisi-kisi. Untuk
menyusun pertanyaan atau pernyataan dalam angket, beberapa pedoman
di bawah ini perlu diperhatikan konselor: (a) menggunakan kata-kata
yang tidak mengandung makna ganda (ambigu), (b) susunan kalimat
hendaknya sederhana tetapi jelas, (c) menghindari pemakaian kata
yang tidak ada gunanya, (d) menghindarkan pertanyaan-pertanyaan yang
tidak perlu, (e) mencantumkan kemungkinan jawaban sesuai dengan
kebutuhan data dan konstruk teori yang digunakan, (f) hindarkan
kata-kata yang bersifat sugestif dan kata yang bersifat negatif, dan
(g) pergunakan kata-kata yang netral, tidak menyinggung perasaan dan
harga diri responden.
Lengkapi
angket dengan identitas responden jika diperlukan, dan pendahuluan
yaitu berupa tujuan angket tersebut dan petunju pengisiannya.
Untuk
memperoleh angket dengan hasil baik, maka dapat dilakukan proses uji
coba. Sampel yang diambil dalam uji coba haruslah sampel dari
populasi dimana angket akan diberikn. Situasi uji coba juga harus
sama, yaitu apakah angket harus diisi saat itu juga atau boleh
dibawa pulang, dan dikumpulkan kembali pada waktu yang telah
ditentukan.
Langkah
Pengadministrasian Angket
Sofyan
Willis (2011: 32) memaparkan bahwa dalam upaya mengembangkan potensi
siswa dan membantu pemecahan masalah yang dihadapinya, perlu adanya
kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang terorganisir,
terprogram dan terarah.
Salah
satu kegiatan dalam upaya pelayanan bimbingan dan konseling terhadap
siswa adalah kegiatan need
asessment
atau analisis kebutuhan siswa yang dimaksudkan sebagai landasan
pembuatan program layanan BK yang sesuai kebutuhan.
Salah
satu asesmen dalam teknik non tes yang menjadi acuan penelitian di
sini adalah teknik angket.
Berbicara
mengenai angket, tentu ada langkah mengadministrasiannya.
Pengadministrasian angket dalam pelayanan bimbingan dan konseling
memiliki beberapa tahapan yaitu: (1) tahapan persiapan, yang meliputi
penentuan kelompok respondenn, mempersiapkan angket sesuai tujuan dan
membuat satuan layanan asesmen, (2) langkah pelaksanaan, yang
meliputi memberikan verbal
setting (menjelaskan
akan tujuan, manfaat, dan kerahasiaan data), membagikan angket,
menjelaskan kapan waktu pengisian angket, mengumulkan kembali angket
setelah selesai diisi, dan (3) tahapan penglahan dan analisis hasil,
yang meliputi tahap pemeriksaan kelengkapan hasil angket, dan membuat
tabulasi hasil serta melakukan analisis.
Langkah
Pengolahan dan Analisis Hasil Angket
Pengolahan
dan analisis hasil angket memerlukan kreatifitas dari konselor atau
guru BK itu sendiri. Kreatifitas itu dapat berupa kecerdasan dalam
pengolahan hasil angket serta bagaimana cara menganalisisnya. Dalam
penelitian ini penulis mengambil sampel dengan melakukan eksperimen
masalah kecerdasan sosial di sekolah A khususnya di kelas XI-A
(sebagai contoh) di mana terdapat 20 siswa dalam kelas tersebut.
Kelas A menunjukkan adanya indikasi siswa yang kecerdasan sosialnya
tinggi dengan persentase 10%, 30% dan 60% keceerdasan sosialnya.
Grafik
1.1
Profil
Kecerdasan
Sosial
Siswa
(Berdasarkan
kategori rendah,
sedang dan tinggi)
Grafik
di atas menunjukkan bahwa di sekolah A, kelas IX-A terdapat siswa
yang memiliki masalah kecerdasan sosial dengan terdapat tiga kategori
yaitu kategori (1) siswa yang memiliki kecerdasan sosial yang rendah
hanya 10%, kategori (2) siswa yang memiliki kecerdasan sosial sedang
dipersentasikan menjadi 30%, dan kategori (3) siswa yang memiliki
kecerdasan sosial tinggi terdapat 60%. Itu artinya bahwa siswa kelas
IX-A di sekolah A ternayata memiliki jumlah siswa yang dikatakan
tinggi dalam kecerdasan sosialnya. Dilihat dari hasil
capaian siswa pada setiap indikator pada setiap dimensi menunjukan
capaian yang beragam.
Berikut
ini adalah hasil penelitian ditinjau dari capaian per-Aspek dan
Indikator kecerdasan sosial. Aspek pertama yaitu kesadaran empati
yang terdiri dari Indikator pertama yaitu empati dasar secara
keseluruhan siswa memperoleh capaian skor 90%, indikator kedua yaitu
penyelarasan memperoleh capaian skor 75%, indikator ketiga yaitu
ketepatan empatik memperoleh capaian skor 65 %, dan aspek kedua yaitu
fasilitas sosial yang terdiri dari indikator sinkronisasi memperoleh
capaian skor 55%, indikator presentasi diri mencapai skor 60%,
indikator pengaruh mencapai skor 90% dan terakhir indikator
kepedulian mencapai skor 70%. Secara lebih rinci capaian pada setiap
aspek maupun indikator dapat dilihat dalam grafik 1.2 sebagai
berikut.
Berdasarkan
data tersebut menunjukan tingkat capaian yang beragam, baik dalam
keseluruhan aspek maupun indikator
kecerdasan sosial.
Hasil ini mengindikasikan bahwa diperlukan suatu rumusan layanan yang
menyeluruh untuk meningkatkan seluruh dimensi kecerdasan sosial
siswa.
Berikut
langkah pengolahan data siswa melalui tes angket yaitu: dengan
melakukan penghitungan data dari keseluruhan jumlah point soal yang
dijawab responden dalam hal ini adalah siswa, dibagi jumlah
keseluruhan point soal dibagi 100 persen, itulah hasil persentase
dari tiap indikator yang menjadi aspek penilaian bagi siswa.
Kecerdasan
Sosial
|
Kesadaran
Sosial
Empati
Dasar
Penyelarasan
Ketepatan
Empatik
- Pengertian
Sosial
|
Fasilitas
Sosial
Sinkronisasi
Presentasi
diri
Pengaruh
- Kepedulian
|
Dari
perhitungan dan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik
angket merupakan suatu sarana untuk menganalisis berbagai sejumlah
informasi yang relevan dan akurat dengan keperluan bimbingan dan
konseling, diantaranya adalah masalah kecerdasan sosial.
Hasil
perhitungan
dan penelitian
menunjukan
bahwa:
1) tenik
angket secara umum merupakan salah satu bagian dari asesment teknik
non tes,
2) rumusan
prosedur
pelaksanaan asesmen dalam pelayanan BK di sekolah dapat digunakan
melalui teknik angket,
3) teknik
angket efektif untuk pengumpulan data siswa secara akurat dan
efisien.
PENUTUP
Tingkat
kecerdasan sosial
siswa
kelas sebelas Sekolah Menengah Atas A berada pada kategori kecerdasan
sosial yang tingi pada setiap dimensi kecerdasan sosial.
Hasil
validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap need asesmen
dalam pelayanan bimbingan dan konseling penggunaan teknik angket
dalam mengumpulkan sejumlah data dan informasi peseta didik dinilai
layak sebagai suatu kerangka kerja layanan untuk mengolah sejumlah
data maupun informasi diantaranya masalah kecerdasan sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
Komalasari,
dkk. 2011. Asesmen
Teknik Non Tes Perspektif BK Komprehensif.
Jakarta:
PT. Indeks
Yusuf
& Nurihsan. 2010. Landasan
Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT.
Remaja
Rosdakarya
Yamin,
Martinis. 2009. Profesionlisme
Guru & Implementasi KTSP. Jakarta:
Gaung
Persada Press
Willis,
Sofyan. 2011. Konseling
Individual Teori dan Praktek. Bandung:
Alfabeta
Sutoyo,
Anwar. 2008. Pemahaman
Individu. Semarang:
Widya Krya.
TEKNIK
ANGKET SEBAGAI PROSEDUR PELAKSANAAN
ASESMEN
DALAM PELAYANAN BIMBINGAN
DAN
KONSELING DI SEKOLAH