Minggu, 20 Oktober 2013

Sistem Pendidikan di Jepang

1. Struktur pendidikan
------------------------------
Sama dengan Indonesia, di Jepang juga ada program Wajib Belajar (pendidikan dasar dan menengah) yang berlaku untuk penduduk berusia 6 hingga 15 tahun.
Tahun ajaran biasanya dimulai bulan April. Satu tahun ajaran dibagi menjadi 3 semester yang dipisahkan oleh liburan singkat musim semi dan musim dingin, serta liburan musim panas yang lebih panjang (lama liburan sekolah bergantung kepada iklim tempat sekolah tersebut berada). Di Hokkaido dan tempat-tempat yang banyak turun salju, libur musim dingin lebih panjang dan libur musim panas lebih pendek.
 
2. Preschool & Taman Kanak-kanak
-------------------------------------------------------
Pendidikan anak usia dini dimulai di rumah. Ada banyak buku dan acara televisi yang ditujukan untuk membantu ibu & ayah untuk mendidik anak-anak mereka dan metode ini dianggap lebih efektif. Sebagian besar pelatihan rumah dikhususkan untuk mengajar tata krama, perilaku sosial yang tepat, dan bermain terstruktur, meskipun jumlah verbal dan keterampilan juga tema populer. Orang tua sangat berkomitmen untuk pendidikan awal dan sering mendaftarkan anak-anak mereka di TK. Selain TK terdapat sistem yang dikembangkan dengan baik pusat penitipan anak yang diawasi pemerintah (hoikuen 保育 ).
Berikut ini kegiatan anak-anak di tingkat Tk (mulai dari jam 8.50 – 15.00) antara lain: masuk kelas, menaruh barang di loker, duduk di bangku masing-masing, absen, salam, materi hari ini, istirahat (ke toilet latihan cara buang air sendiri, cebok, dan mencuci tangan dengan sabun), menyanyi, senam pagi, kembali ke kelas, mencopot kaus kaki, bermain (di luar kelas/di kebun/halaman sekolah), merapikan alat bermain, bersiap makan (cuci tangan dan ugai = memasukkan air ke tenggorokan tapi tidak ditelan, untuk mencegah batuk/pilek), kembali ke kelas untuk makan siang (bento =bekal makan masing-masing), menggosok gigi, bermain di kelas (permainan tradisional atau modern), bersiap untuk pulang, menyanyi lagu/salam perpisahan, baris per kelas di depan sekolah, pulang.
 
3. Sekolah Dasar
-----------------------
Lebih dari 99% dari Jepang anak-anak usia sekolah dasar terdaftar di sekolah. Semua anak-anak memasuki kelas 1 pada usia 6 tahun, dan sekolah mulai dianggap sebagai peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak.
Hampir semua pendidikan dasar berlangsung di sekolah umum; kurang dari 1% dari sekolah swasta (karena sekolah swasta cenderung mahal).
Kebanyakan sekolah negeri, tidak mewajibkan seragam, namun  harus mengenakan name tag di saku kiri baju. Lalu, biasanya ada juga badge di bahu kirinya, yang warnanya disesuaikan dengan tingkatan kelas (misalnya kuning untuk kelas 1).
Biasanya tas anak SD dilengkapi dengan peluit kecil (yang dibagikan gratis dari sekolah). Peluit ini diajarkan kpd anak-anak untuk ditiup kalo bertemu dengan orang asing  (tdk dikenal) yang mengganggu.
Kemudian juga harus bawa thermos air minum tiap hari (karena gak ada pedagang kaki lima yang nongkrong di pagar sekolah). Mereka juga diwajibkan untuk membawa mug kecil (wadah air sbg tmpt kumur2 pada saat sikat gigi sehabis makan siang). Lalu lap tangan dan serbet untuk alas makan siang. Semua alat itudibawa bolak balik ke sekolah, kecuali sikat gigi dan mug (tapi harus dicuci dahulu setiap kali pulang). Siswa SD di Jepang memiliki tugas melayani makan siang (menuangkan makanan ke piring) teman-temannya (beregu bergantian sesuai piket). Hal ini dilakukan atas dasar  untuk mengajarkan kerjasama tim dari mulai usia dini.
Pelajaran di tingkat SD biasanya hanya ada 4 yaitu : Huruf Jepang (menulis dan membaca), Matematika, Olahraga dan BudiPekerti.
Oh ya, pendidikan dasar di Jepang tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok "compulsoy education”, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP.
Tentu saja guru tetap melakukan ulangan sekali2 untuk mengecek daya tangkap siswa. Dan penilaian ulangan pun tidak dengan angka tetapi dengan huruf : A, B, C, kecuali untuk matematika. Dari kelas 4 hingga kelas 6 juga dilakukan test IQ untuk melihat kemampuan dasar siswa. Data ini dipakai bukan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan hasil test IQ-nya, tetapi untuk memberikan perhatian lebih kepada siswa dengan kemampuan di atas normal atau di bawah normal. Perlu diketahui, siswa2 di Jepang tidak dikelompokkan berdasarkan kepandaian, tetapi semua anak dianggap `bisa` mengikuti pelajaran, sehingga kelas berisi siswa dengan beragam kemampuan akademik.

Compulsary Education (dalam bahasa Jepang disebut ‘gimukyouiku’) atau istilah dalam bahasa Indonesia adalah "program wajib belajar".
Compulsory Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan menggratiskan ‘tuition fee’, dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan anak (ditetapkan dalam Fundamental Law of Education). Untuk memudahkan akses, maka di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah kampung dan siswanya minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh menyekolahkan anak ke distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education, anak bersekolah di distrik masing-masing.
Tentu saja mutu sekolah negeri di semua distrik sama, dalam arti fasilitas sekolah, bangunan sekolah, tenaga pengajar dengan persyaratan yang sama (guru harus memegang lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh Educational Board setiap prefecture). Oleh karena itu mutu siswa SD dan SMP di Jepang yang bersekolah di sekolah negeri dapat dikatakan `sama`, sebab Ministry of Education mengondisikan equality di semua sekolah. Saat ini tengah digalakkan program reformasi yang memberi kesempatan kepada sekolah untuk berkreasi mengembangkan proses pendidikannya, tetapi tetap saja dalam pantauan MOE.

Dalam pengertian negara maju, compulsory education mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) adanya unsur paksaan agar peserta didik bersekolah,
2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar,
3) ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah
4) tolok ukur keberhasilan Wajar adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah.

Dengan adanya peraturan ini, maka kewajiban orang tua adalah memberikan pendidikan kepada putra-putrinya baik di sekolah maupun jika dia tidak mau, pendidikan di rumah pun (home schooling) bisa ditempuh.

Berbeda dengan Wajib Belajar di Indonesia dicirikan:
1) tidak bersifat paksaan melainkan persuasif
2) tidak ada sanksi hukum, sekedar sanksi moral
3) tidak diatur dalam undang-undang tersendiri
4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi dalam pendidikan
Karena hanyalah himbuan, pemerintah dan masyarakat tampak tidak serius menangani pendidikan.
Harusnya ini menjadi P.R bagi pemerintahan kita.
 
4. Sekolah Menengah Pertama 
-----------------------------------------
Tidak seperti siswa SD, siswa SMP memiliki guru yang berbeda untuk mata pelajaran yang berbeda.
Instruksi di SMP cenderung mengandalkan metode ceramah. Guru juga menggunakan media lain, seperti televisi dan radio, dan ada beberapa pekerjaan laboratorium.
Oh ya, saya juga mendapat info bahwa semua orang harus belajar karya klasik sejak SMP. Karya tertua yang terkenal adalah GENJI MONOGATARI atau HIKAYAT GENJI yang umurnya 1000 tahun!  Tidak hanya sebatas informasi saja yang diberikan di SMP dan SMU Jepang, namun mereka juga diajari Tata Bahasa Jepang Klasik yang dipakai pada saat HIKAYAT GENJI ini dibuat.
Di tingkat SMP dan SMA, sama seperti di Indonesia, ada dua kali ulangan, mid test dan final test, tetapi tidak bersifat wajib atau pun nasional. Di beberapa prefecture yang melaksanakan ujian, final test dilaksanakan serentak selama tiga hari, dengan materi ujian yang dibuat oleh sekolah berdasarkan standar dari Educational Board di setiap prefektur. Penilaian kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasil final test, tapi akumulasi dari nilai test sehari2, ekstra kurikuler, mid test dan final test. Dengan sistem seperti ini, tentu saja hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus.
Selanjutnya siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka harus mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board di setiap prefektur. Di Aichi prefecture, SMA-SMA dikelompokkan dengan pengelompokan A, B. Pengelompokan tersebut dibuat dalam proses memilih SMA. Setiap siswa dapat memilih satu sekolah di kelompok A dan satu sekolah di kelompok B. Jika si siswa lulus dalam kelompok A, maka secara otomatis dia gugur dari kelompok B. Dalam memilih SMA, siswa berkonsultasi dengan guru, orang tua atau disediakan lembaga khusus di Educational Board yang bertugas melayani konsultasi dalam memilih sekolah. Ujian masuk pun hampir serentak di seluruh jepang dengan bidang studi yang sama yaitu, Bahasa Jepang, English, Math, Social Studies, dan Science. Di level ini siswa dapat memilih sekolah di distrik lain.
 
5. Sekolah Menengah Atas
-------------------------------------
Meskipun SMA tidak wajib di Jepang, 94% dari semua lulusan SMP melanjutkan ke tingkat SMA. Di tingkat ini, mulai banyak sekolah milik swasta (mencapai sekitar 55% ).
Siswa SMA tidak mengikuti ujian kelulusan secara nasional, tetapi ada beberapa prefecture yang melaksanakan ujian. Penilaian kelulusan siswa berbeda di setiap prefecture. Mengingat angka Drop out siswa SMA meningkat di tahun 1990-an, maka beberapa sekolah tidak mengadakan ujian akhir, jadi kelulusan hanya berdasarkan hasil ujian harian.
Untuk masuk universitas, siswa lulusan SMA diharuskan mengikuti ujian masuk universitas yang berskala nasional. Ini yang dianggap `neraka` oleh sebagian besar siswa SMA. Ujian masuk PT dilakukan dua tahap. Pertama secara nasional- soal ujian disusun oleh Ministry of education, terdiri dari lima subject, sama seperti ujian masuk SMA-, selanjutnya siswa harus mengikuti ujian masuk yang dilakukan masing2 universitas, tepatnya ujian masuk di setiap fakultas. Skor kelulusan adalah akumulasi ujian masuk nasional dan ujian di setiap PT. Seperti halnya di Indonesia, skor hasil UMPTN tidak diumumkan, tetapi jawaban ujian diberitakan via koran, TV atau internet, sehingga siswa dapat mengira2 sendiri berapa total score yg didapat. Siswa yang memilih Universitas dg skor tinggi, tapi ternyata skornya tidak memadai, dapat mengacu ke pilihan universitas ke-2. Namun jika skornya tidak mencukupi, maka siswa tidak dapat masuk Universitas. Selanjutnya dia dapat mengikuti ujian masuk PT swasta atau menjalani masa ronin (menyiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk di tahun berikutnya) di prepatory school (yobikou)

6. Perguruan Tinggi 
------------------------
Secara umum sistem pendidikan tinggi di Jepang dapat dikategorikan ke dalam 4 bagian, universitas (Daigaku), akademi teknologi (Tanki-daigaku), sekolah tinggi teknik (Koto-senmon-gakko) dan sekolah kejuruan (Senmon-gakko).
Hampir sama dengan Indonesia, lama masa studi untuk pendidikan tinggi (sarjana) adalah 4 tahun kecuali bidang pendidikan kedokteran yang relatif menghabiskan  6 tahun. Untuk tingkat studi lanjutan, biasanya dibutuhkan waktu 2 tahun (program master) dan 3 tahun (program doktor).
Tahun akademik dimulai sekitar bulan April dan berakhir Maret tahun berikutnya. Perkuliahan dibagi dalam dua semester, semester pertama berlangsung dari Maret sampai dengan September dan semester kedua dimulai dari bulan oktober dan berakhir Maret.
Bahasa yang umum digunakan dalam proses belajar mengajar adalah bahasa Jepang. Namun, ada beberapa program tertentu yang menggunakan bahasa Inggris sebagai perantara. Oleh karena itu setiap mahasiswa asing yang ingin melanjutkan studi ke Jepang perlu mempersiapkan kemampuan bahasa ini dengan sebaik mungkin.
 
Berikut ini 10 top ranking Universitas di Jepang
by 2010 University Web Ranking
(untuk melihat 741 ranking lainnya bisa dicek melalui http://www.4icu.org/jp/)
1.       Universitas Keio
2.       Universitas Tokyo           
3.       Universitas Waseda
4.       Universitas Osaka
5.       Universitas Hokkaido
6.       Institut Tekhnologi Tokyo
7.       Universitas Hiroshima
8.       Universitas Kobe
9.       Universitas  Kyoto
10.     Nihon University             
================
NOTE:
1.Di Jepang, Orangtua sudah menetapkan masa depan anak sejak kecil (sblm anak mulai sekolah). Di rumah ibu mengawasi anaknya belajar, mengirim ke tempat les/mendatangkan guru les ke rumah. Sekolah yang elit sejak SD hingga Universitas akan mendatangkan masa depan yg cerah, karena banyak perusahaan Jepang yg memilih pegawainya dr universitas-universitas ternama (bahkan sudah dipilih n dipesan sejak org itu masih berstatus mahasiswa yg lulusnya nanti akan bekerja di perusahaan itu). Maka, ortu menyuruh anaknya untuk bisa kuliah di universitas terkenal, agar bisa masuk universitas terkenal maka harus pintar dan biasanya sekolah di SD-SMA yg terkenal.
Disiplin pendidikan sangat ketat, jadi banyak anak stress.
Akibatnya banyak yang bunuh diri/menindas teman-temannya.
Hal ini berlaku dari zaman dulu hingga tahun 2000.

2. Untuk mengatasinya, maka pendidikan Jepang dirubah yg disebut "Yutori Kyouiku”, yaitu pendidikan yang lebih longgar. Misalnya hari Sabtu diliburkan dan buku pelajaran lbh tipis. Namun akibatnya siswa jd bodoh. Sistem ini pun dihapus, lalu diganti dgn istilah "datsu yutori kyouiku”, yg hr Sabtu tetap libur, tp buku jadi tebal kembali. Selain itu, di jaman sekarang lulusan Todai (Universitas Tokyo) sdh tdk menjadi favorit lg. Mengapa? Karna image mahasiswa Todai itu terlalu rajin belajar, terlalu pintar, kurang gaul, cupu, dsb. Jd banyak perusahaan yg lbh suka memilih pegawai baru dr universitas favorit ke 2, ke 3, dst. Jaman sekarang juga kemungkinan untuk bisa diterima di sekolah favorit sangat besar, karna sensus penduduk Jepang (koureika shakai) menyatakan bahwa jumlah anak muda lbh sedikit drpd jumlah org tua. Oleh karena itu, Jmlh murid yang sedikit menyebabkan pesaingnya pun sedikit. Bahkan ada sekolah ditutup karna kekurangan murid.

3. Pendidikan umum di Jepang tentang dunia internasional itu sangat minim, mereka tdk diajarkan bahas aasing yang benar sesuai standar, peta dunia, sejarah dunia, politik, ekonomi, dsb. Pendidikan mereka hanya berpusat di Jepang saja. Kalau pun org Jepang tau tentang dunia luar, itu hanya orang yg sering keluar negri, kuliah bhs asing/internasional, yg jmlhnya sedikit. Sejarah mereka pun ada yg tdk sebenarnya (ditutup-tutupi). Contohnya mereka tdk tau kalau mereka pernah menjajah bangsa asing yaitu Indonesia.
Parah kan :/

4. Oh ya yg terakhir nih, baru keingetan. Kampus yg banyak artis Jepang itu di Meiji Daigaku, berlokasi di tokyo, dgn gaya bangunan Eropa.
Bagus lho buat foto, siapa tau bisa juga ketemu artis ^ ^
 
Untuk informasi lebih detail mengenai studi dan tinggal di Jepang, bisa kunjungi http://www.studyjapan.go.jp atau http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp.html

Adeluna Chibi
 
 

FINLANDIA, kualitas terbaik pendidikan di dunia

Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia? Kalau Anda tidak tahu, tidak mengapa karena memang banyak yang tidak tahu bahwa peringkat pertama untuk kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara dengan ibukota Helsinki, dimana perjanjian damai dengan GAM dirundingkan, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia.
Peringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.
Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas.
Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya.
Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu
Lalu apa dong kuncinya? Ternyata kuncinya memang terletak pada
kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.
Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas
pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Inimembantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.
Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah
seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.
Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai
kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap
dirinya masing-masing.
Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang sangat bertanggungjawab.
Diambil dari Top of the Class - Fergus Bordewich
Original message: 1001Buku.org
Finding at: http://supermilan.wordpress.com/2007/05/14 



Senin, 21 Januari 2013

BAB 1 PROPOSAL PENELITIAN FAZRAH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mengajar. Secara detail, dalam Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2003 Pasal 3 menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, 2003: 5). Definisi ini membangun paradigma baru tentang praktik pendidikan yang lebih menekankan pada proses belajar mengajar. Fokus utama kegiatan pendidikan tidak lagi hanya sebatas mengutamakan peran guru, melainkan harus melibatkan berbagai profesi pendidik dan berbagai pihak terkait. Suasana belajar harus menyentuh berbagai aspek perkembangan peserta didik.
Berbicara mengenai pendidikan merupakan hal yang kompleks karena sering mengalami berbagai persoalan yang menjadi sandungan dunia pendidikan. Melihat tuntutan-tuntutan pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan hasil yang dicapai.
Mutu pendidikan merupakan arah yang diharaapkan untuk mencapai tujuan dari UU No. 23 Tahun 2003 tadi. Tekanan antara kemampuan dan capaian hasil dari pendidikan terkadang tidak sejalan dalam pencapian mutu pendidikan. Hal ini tentu akan menyebabkan tekanan bagi siswa yang dapat mengganggu.
Tekanan-tekanan tersebut dapat menyebabkan dampak buruk bagi siapa saja yang mengalaminya terlebih rentan pada siswa yang menginjak masa remaja. Tekanan tersebut tentu rentan mengakibatkan siswa mengalami stress. Bersyukur jika orang ynag mengalami tekanan kemudian dapat membentengi diri dari ancaman stress. Namun bagaimana nasib orang-orang yang belum bisa mereduksi ancaman stress tersebut? Bahkan tak jarang Kasus bunuh diri yang terjadi setiap tahunnya kerap kali memakan korban, khususnya adalah siswa sebagai generasi harapan Bangsa. Hal ini terjadi tidak lain adalah ketidakmampuan siswa mencapai tuntutan-tuntan kehidupan, terlebih lagi persoalan Ujian Nasional yang setiap tahunnya menjadi ceremony urgen bagi siswa yang menjadi prasyarat kelulusan dibangku pendidikan formal baik ditingkatan SMP maupun SMA dalam mutu pendidikan.
Setiap tahunnya siswa harus melewati ceremony yang menyeramkan dimata mereka. Saat-saat mendekati Ujian Nasional adalah waktu yang menegangkan bagi para siswa. Tak jarang siswa yang mengalami kegalauan dan stress yang menimpa dirinya. Tak jarang pula siswa yang mengalami kasus bunuh diri ini diakibat dari ketidakmampuannya memenuhi tuntutan Ujian Nasional. Dari tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa terkadang menimbulkan tekanan dan konflik yang mengganggu stabilitas dirinya. Banyak siswa yang mengalami stress dan akibatnya memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya. Semua ini terjadi karena kekeliruan mindset dari siswa. Hal ini tentu bertentangan pula dengan tujuan pendidikan, yang justru mengaharpakan lahirnya generasi-generasi yang baik dari sisi keimanan Kepada Tuhan Yang Maha Esa juga berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Oleh karena itu, stress siswa perlu untuk direduksikan. Stress tentu dapat menggagu produktifitas kerja dan belajar siswa. National safety Council (2004: 2) mendefinisikan “stress sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spriritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut”. hal tersebut didukung oleh Looker dan Gregson (2005: 44) yang menyatakan bahwa “stress dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya”.
Untuk itu perlu diupayakan suatu solusi yang dapat dilakukan untuk membantu  siswa dalam mereduksi stress yang dialaminya yaitu dengan menggunakan teknik relaksasi dengan menggunakan metode bimbingan kelompok. Teknik relaksasi adalah satu diantara teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi stress siswa. Dengan adanya teknik Relaksasi ini diharapkan siswa dapat mereduksi dan mengontrol stress yang dialaminya dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sehingga dia tidak akan mengalami kesulitan dalam memperoleh prestasi seperti yang diharapkan
Untuk mengetahui pengaruh teknik Relaksasi terhadap stress siswa, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Dengan Menggunakan Metode Bimbingan Kelompok Terhadap Stres Siswa Kelas Tinggi Dalam Menghadapi Ujian Nasional di SMA Negeri 1 Gorontalo”.

1.2  Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini yaitu :  (1) stress siswa cenderung meningkat. (2) merasa cemas dan takut gagal dalam bertindak sehingga mempengaruhi siswa menjadi pribadi yang takut salah dan tidak mau mencoba.

1.3  Rumusan Masalah
Dengan adanya identifikasi masalah, maka rumusan masalahnya yaitu :
a.       Apakah terdapat pengaruh teknik Relaksasi terhadap stress siswa kelas tinggi di SMA Negeri 1 Gorontalo?
b.      Apakah terdapat pengaruh teknik Bimbingan Kelompok terhadap stress siswa kelas tinggi di SMA Negeri 1 Gorontalo?
c.       Apakah terdapat perbedaan pengaruh Relaksasi dan Bimbingan Kelompok terhadap stress siswa kelas tinggi di SMA Negeri 1 Gorontalo?

1.4  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui pengaruh teknik Relaksasi terhadap stress siswa kelas Tinggi di SMA Negeri 1 Gorontalo.
b.      Untuk mengetahui pengaaruh teknik Bimbingan Kelompok terhadap stress siswa kelas tinggi di SMA Negeri 1 Gorontalo.
c.       Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik Relaksasi dan Bimbingan Kelompok terhadap stress siswa kelas tinggi di SMA Negeri 1 Gorontalo.

1.5  Manfaat Penelitian
a.   Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah khasanah berpikir bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan pengaruh teknik Relaksasi terhadap stress siswa di sekolah.
b.   Manfaat Praktis
Memberikan  sumbangan  pengetahuan  yang  lebih  kepada guru pembimbing  (konselor)  mengenai  cara  mereduksi stres siswa, dan memperkaya pengetahuan dan wawasan siswa dalam melaksanakan teknik Relaksasi dalam mereduksi stres ketika berada di sekolah.

Kamis, 27 Desember 2012

KEGUNAAN TEKNIK CINEMA THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA

KEGUNAAN TEKNIK CINEMA THERAPY DALAM
MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI REMAJA


Diajukan Sebagai Salah Satu  Syarat dalam Pemilihan Mahasiswa Berprestasi
di Lingkungan Fakultas Ilmu Pendidikan



KARYA TULIS ILMIAH






Oleh:




Nama :
Fazrah Suleman
NIM   :
    111 41 0025










Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas IlmU Pendidikan
Universitas Negeri Gorontalo
2012

LEMBAR PENGESAHAN

KEGUNAAN TEKNIK CINEMA THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI REMAJA


Sebagai Prasyarat Lomba Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Fakultas

FAZRAH SULEMAN
111 410 025

Mengesahkan
Gorontalo, 10 April 2012


Ketua Jurusan                                                           Dosen Pembimbing



Dra. Hj. Maryam Rahim, M.Pd                                  Aam Imaddudin, M.Pd
NIP. 19590718 198602 2 001                                               



Mengetahui


Drs. H. Haris Mahmud S.Pd, M.Si
NIP 196100222 198703 1 004


KATA PENGANTAR



            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulisan gagasan tulis yang berjudul “Penggunaan Teknik Cinema Therapy dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Remaja” dapat selesai tepat pada waktunya.
            Dengan tulisan ini penulis berharap agar hasil tulisan ini dapat berguna dan memberikan informasi kepada kita bahwa Cinema Therapy merupakan alternatif terbaik yang dapat dipraktekan kepada remaja dalam meningkatkan rasa percaya diri yang menjadi modal pendobrak keberanian remaja dalam berkarya, menjadi aset pribadi yang seharusnya tertanam lekat dengan keunikan diri remaja..
            Tak ada gading yang tak retak dan tak ada menusia yang sempurna. Berangkat dari pepatah ini penulis sangat menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan maupun kekeliruan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat penulis harapkan agar diperoleh hasil yang maksimal. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.


Gorontalo,  10 Maret 2012



                      Penyusun





DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
Daftar Bagan ...........................................................................................................v
Ringkasan ...............................................................................................................vi
BAB 1 Pendahuluan............................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang ......................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah .................................................................................3
1.3  Tujuan ...................................................................................................3
1.4  Manfaat .................................................................................................3
BAB 2 Tinjauan Pustaka .........................................................................................4
            2.1 Konsep Dasar Percaya Diri ...................................................................4
                        2.1.1 Definisi Operasional ...............................................................4
                        2.1.2 Aspek Percaya Diri ................................................................4
                        2.1.3 Faktor Kepercayaan Diri .......................................................5
            2.2 Konsep Dasar Cinema Therapy ............................................................7
                        2.2.1 Definisi cinema atau movie ....................................................7
                        2.2.3 Hakekat Therapy ....................................................................8
                        2.2.3 Definisi Cinema Therapy .......................................................8
BAB 3 Metode Penulisan ........................................................................................9
            3.1 Prosedur Pengumpulan Data .................................................................9
            3.2 Pengolahan Data ....................................................................................9
BAB 4 Pembahasan ...............................................................................................10
            4.1 Kepercayaan Diri ................................................................................10
                        4.1.1 Pentingnya Kepercayaan Diri ..............................................10
            4.2 Potret Remaja Masa Kini ....................................................................12
            4.3 Meningkatkan Rasa Kepercayaan Diri Remaja Melalui Cinema
                        4.3.1 Strategi Pembentukan Kepercayaan Diri ............................ 13
                        4.3.2 Teknik Cinema Therapy Sebagai Alternatif dalam
                                    Pembentukan Rasa Percaya Diri Remaja...........................16
BAB 5 Penutup .....................................................................................................21
            5.1 Kesimpulan .........................................................................................21
            5.2 Saran ...................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22

                       




DAFTAR BAGAN

Bagan 1.  Ada Apa dengan Sebuah Film ..............................................................16
Bagan 2. Eksplorasi Metafora, Alur Cerita
Dan Karakter Tokoh Dalam Sebuah Film ..............................................17
Bagan 3. Proses Aktif Nonton Film .....................................................................18



BAB 1
Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Pada dasarnya setiap orang yang dilahirkan memiliki potensi yang unik dan mereka lebih tertarik dengan dirinya sendiri hanya saja  sebagai manusia terkadang dalam menjalani hidup sering tidak terpikirkan bahwa mereka terlahir dalam kepribadian dan potensi yang besar melebihi apa yang mereka pikirkan. Diantara potensi yang ada dalam diri setiap orang adalah potensi kepercayaan diri.
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Percaya diri merupakan aspek yang sangat penting karena mampu menjadi stimulus yang mendorong orang untuk mampu bertindak tanpa ragu. Namun kenyataannya tidak semua orang dapat tampil dengan sikap yang penuh dengan kepercayaan diri sehingganya membutuhkan trik ataupun cara dalam menumbuhkan rasa percaya diri.
Berbicara tentang bagaimana cara meningkatkan rasa percaya diri tentunya sangat berkaitan dengan cara berpikir dan bagaimana mengenali diri dengan baik. Bagi orang yang memiliki self esteem dan rasa percaya diri yang baik mereka memiliki kecenderungan untuk selalu melihat hal-hal positip yang melekat pada dirinya dan tidak menjadikan kelemahan-kelemahan yang dimiliki sebagai penghalang dalam mencapai sebuah tujuan karena memiliki kepribadian yang tangguh dan mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup dan jati diri mereka. Rasa percaya diri inilah yang dimiliki orang-orang sukses dan menjadi ciri khas mereka. Mereka sungguh-sungguh paham dengan potensi dan  kemampuan  yang dimiliki ketika menghadapi sebuah masalah dapat dilaluinya dengan baik meskipun dalam prosesnya menenemui berbagai kegagalan dan saat mengalami kegagalan selalu berhasil membangun rasa percaya diri untuk selalu bagkit.
Realita membuktikan bahwa, tidak semua orang dapat berpikir logis dan memiliki rasa percaya diri yang utuh seperti yang dijabarkan di atas. Sikap tidak percaya diri ini muncul akibat kebiasaan-kebiasaan mengembangkan sikap dan pendapat negatif tentang diri. Mungkin juga sikap tidak percaya diri ini muncul sebagai akibat pengaruh dari lingkungan. Pengaruh yang seperti apa? Antara lain sikap lingkungan yang membuat takut untuk mencoba. Takut untuk berbuat salah, semua harus seperti yang sudah ditentukan. Karena ada rasa takut sehingga menimbulkan perilaku malas untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari orang kebanyakan. Sebelum terlalu jauh tentu kita tahu berapa kali Thomas Alfa Edison melakukan kesalahan sebelum akhirnya berhasil menemukan formula hebat untk menemukan lampu pijar. Dia tidak langsung berhasil ketika pertama kali mencoba.
Karena itu, perlu yang namanya teknik atau cara dalam upaya meningkatkan rasa percaya diri, yakni dengan melirik teknik Cinema Therapy sebagai bentuk refleksi diri. Menurut Gary Solomon, Ph.D (dalam Allen & Krebs, 2007), Cinema Therapy merupakan metode penggunaan film untuk memberi efek positip pada pasien. Profesor Psikologi di Community College of Southern Nevada menambahkan, masalah yang bisa diterapi adalah motivasi, hubungan, depresi, percaya diri, dsb. Tapi tidak termasuk gangguan kejiwaan yang akut. Bagaimana nalar terapi ini? Ketika menonton film, kita merasa mengalami sendiri apa yang dirasakan tokoh-tokoh dalam cerita. Melalui simbol-simbol yang biasanya bertebaran di sana, alam bawah sadar lalu mencoba berkomunikasi dengan alam sadar. Jembatannya adalah imajinasi. Meskipun film yang digunakan untuk media terapi sebenarnya tidak memcahkan masalah secara langsung, paling tidak sebuah film membantu kita memahami masalah yang sebelumnya tidak kita sadari. Film dari sisi yang tidak terduga mampu memecahkan masalah yang kelihatannya sudah mentok, yang mungkin selama ini mempengaruhi cara pandang dan hidup kita.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu:
Bagaimana meningkatkan  kepercayaan diri remaja melalui Cinema Teraphy?

1.3  Tujuan
Menjelaskan alasan mengapa teknik Cinema Teraphy dapat meningkatkan percaya diri.

1.4  Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1.      Memberikan masukan kepada dosen terkait dengan tujuan meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa yang berimbas pada optimalnya kemampuan yang dimiliki Mahasiswa.
2.      Memberitahukan kepada masyarakat luas terutama bagi lembaga pendidikan sebagai pelaksana pendidikan tentang manfaat penggunaan teknik  cinema teraphy

 

BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1  Konsep  Dasar Percaya Diri
2.1.1        Definisi Operasional
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun  terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri (http://www.e-psikologi.com).
Menurut Hakim (2002), Percayaan diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya.
Melihat definisi percaya diri di atas, maka dapat dirumuskan bahwa percaya diri adalah sikap positip individu terhadap kemampuan yang dimilikinya, orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.

2.1.2        Aspek Percaya Diri
Menurut Lauster (1997) orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah:
a.       Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya.
b.      Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
c.       yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
d.      Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e.       Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

2.1.3        Faktor Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
a.       Faktor internal, meliputi:
1)      Konsep diri. Terbentuknya keperayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Menurut Centi (1995), konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif.
2)      Harga diri. Meadow (dalam Kusuma, 2005 ) Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan dengan individu lain. Orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya bahwa usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan tetapi orang yang mempuyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan.
3)      Kondisi fisik. Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri. Anthony (1992) mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. Lauster (1997) juga berpendapat bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang kentara.
4)      Pengalaman hidup. Lauster (1997) mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Lebih-lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian.
b.      Faktor eksternal, meliputi:
1)      Pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony (1992) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
2)      Pekerjaan. Rogers (dalam Kusuma, 2005) mengemukakan bahwa bekerja dapat mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga di dapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.
3)      Lingkungan dan Pengalaman hidup. Lingkungan disini merupakan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota kelurga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang (Centi, 1995). Sedangkan pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan pengalaman yang dialami seseorang selama perjalanan yang buruk pada masa kanak kanak akan menyebabkan individu kurang percaya diri (Drajat, 1995).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada individu, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi konsep diri, harga diri dan keadaan fisik. Faktor eksternal meliputi pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalaman hidup.

2.2      Konsep Dasar Cinema Teraphy
2.2.1        Definisi Cinema atau Movie
Alfred Hitchock (dalam Wolz, 2004) mendefinisikan bahwa movie atau drama adalah ilusi kehidupan yang dilakukan dengan kadang menghilangkan bagian tertentu dalam kehidupan tersebut.
Sedangkan Gilbert P. Mansergh (dalam sumber: www.cinematherapy.com) mendefinikan bahwa Film atau cinema adalah media representasi, yang  melalui gaya dan isi yang melambangkan berbagai pola perilaku (melalui tindakan karakter, plot, tema, editing, dll) yang dapat dianalisis dari perbedaan teori psikologis dan modalitas mengajar."
Menurut hemat penulis bahwa Film, Sinema, Movie atau Gambar Bergerak, (dalam bahasa inggris disebut motion picture) adalah serangkaian gambar-gambar yang diproyeksikan pada sebuah layar agar tercipta ilusi (tipuan) gerak yang hidup. Gambar bergerak,  movie, film atau sinema adalah salah satu bentuk hiburan yang populer, yang menjadikan manusia melarutkan diri mereka dalam dunia imajinasi untuk waktu tertentu.

2.2.2        Hakekat Therapy
Dalam kamus lengkap Psikologi tahun 2005, terapi (therapy) diartikan sebagai satu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi patologis.
Therapy  juga memiliki tujuan yang melibatkan target preventif dalam menentukan setting terapinya. Tujuan therapy ini (Triantoro, 2004) mempunyai tiga kemungkinan sasaran preventif, yaitu:
a.       Prevensi primer yaitu terapi yang secara langsung mencegah munculnya masalah pada masa depan.
b.      Prevensi sekunder yaitu terapi yang diarahkan langsung untuk mengobati masalah yang muncul dengan fokusnya untuk mencegah dampak buruk dibidang fungsi lain kehidupan individu.
c.       Prevensi tertier yaitu terapi yang diarahkan untuk menurunkan atau menghilangkan masalah yang muncul untuk mencegah risiko kemunculannya pada masa depan.

2.2.3        Definisi Cinema Teraphy
Menurut Gary Solomon, Ph.D (dalam Allen & Krebs, 2007) Cinema Teraphy merupakan metode penggunaan film untuk memberi efek positip pada pasien. Profesor Psikologi di Community College of Southern Nevada menambahkan, masalah yang bisa diterapi adalah motivasi, hubungan, depresi, percaya diri, dsb. Tapi tidak termasuk gangguan kejiwaan yang akut.
        Dari definisi di atas dapat disimpulakan bahwa Cinema Teraphy merupakan suatu metode yang menggunakan film atau movie untuk memberi pengaruh positip dalam meningkatkan rasa percaya diri.


 

BAB 3
Metode Penulisan

  3.1 Prosedur Pengumpulan Data
A. Telaah Pustaka
                 Penulisan karya tulis ini menggunakan metode studi pustaka berupa buku-  buku, jurnal, artikel, kamus psikologi dan browsing data dari internet yang telah teruji kevalidannya, berhubungan satu sama lain, relevan dengan kajian tulisan serta mendukung uraian atau analisis pembahasan.
B. Diskusi
                 Diskusi dan konsultasi dengan Dosen Pembimbing jurusan Bimbingan dan Konseling terkait dengan efektifitas sinema terapi dalam  meningkatkan rasa percaya diri.

3.2 Pengolahan Data
Dalam penulisan karya tulis ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Yang berarti bahwa data yang diperoleh akan dijalaskan sedetail mungkin untuk mendapatkan kesimpulan akhir dari uraian atau analisis pembahasan. Selain itu, dalam karya tulis ini juga dijelaskan bagaimana cara meningkatkan kepercayaan diri remaja dengan teknik cinema therapy.


 

BAB 4
Pembahasan

4.1 Kepercayaan diri
4.1.1 Pentingnya Rasa Percaya Diri
percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil. Agar termotivasi seseorang harus percaya diri. Seseorang yang mendapatkan ketenangan dan kepercayaan diri haruslah menginginkan dan termotivasi dirinya. Banyak orang yang mengalami kekurangan tetapi bangkit melampaui kekurangan sehingga benar-benar mengalahkan kemalangan dengan mempunyai kepercayaan diri dan motivasi untuk terus tumbuh serta mengubah masalah menjadi tantangan.
Percaya diri adalah modal dasar seorang manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan sendiri. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan berfikir dan berperasaan sehingga seseorang yang mempunyai kebebasan berfikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri. Salah satu langkah pertama dan utama dalam membangun rasa percaya diri dengan memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan yang ada didalam diri seseorang harus dikembangkan dan dimanfaatkan agar menjadi produktif dan berguna bagi orang lain.

4.1.2 Indikator Percaya Diri dan Kurang Percaya Diri
A.    Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional (Sumber : http://www.e-psikologi.com/dewasa/161002.htm), diantaranya adalah :
a.       Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
b.      Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
c.       Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri
d.      Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
e.       Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
f.       Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
g.      Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

B. Sedangkan indikator atau karakteristik kurangnya rasa percaya diri masih pada sumber yang sama (http://www.e-psikologi.com/dewasa/161002.htm) diantaranya adalah:
a.       Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
b.      Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
c.       Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
d.      Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
e.       Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
f.       Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
g.      Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
h.      Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain).

4.2  Potret Remaja Masa Kini
Remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apakah yang membuat mereka berbeda dari orang lain. Mereka memegang erat identitas dirinya dan berpikir bahwa identitasnya ini bisa menjadi lebih stabil. Pemahaman remaja bisa lebih introspektif tetapi tidak bersifat menyeluruh dalam diri remaja, namun lebih merupakan kontradiktif.
Setelah kebutuhan untuk mendiferensiasikan diri ke dalam banyak peran dalam konteks yang berbeda-beda ada dalam diri remaja, muncullah kontradiksi dalam diri yang terdiferensiasi yang membutuhkan penelitian yang lebih terukur. 
Pada suatu penelitian Susan Harter tahun 1986 (dalam Santrock, 2003) bertanya kepada siswa-siswa kelas tujuh, sembilan dan sebelas untuk mengambarkan diri mereka. Harter menemukan bahwa terdapat sejumlah istilah yang kontradiktif yang digunakan remaja dalam mendeskripsikan dirinya (saya adalah remaja yang berubah-ubah perasaan hatinya dan mudah memahami, jelek dan menarik, mudah bosan dan penuh ingin tahu, peduli dan tidak peduli, tertutup dan suka bersenang-senang, dan sebagainya) bertambah jumlahnya secara nyata antara siswa di kelas tujuh hingga di kelas sembilan.
Penelitian menunjukkan bahwa pada masa remaja pertengahan terjadi diskrepansi yang lebih besar antara diri yang nyata dengan diri yang ideal dibandingkan di masa remaja awal atau akhir, pendapat Strachen & Jones tahun 1982 (dalam Santrock, 2003). Seoramg ahli humanistik, Carl Rogers tahun 1950 (dalam Santrock, 2003) berpendapat bahwa diskrepansi  yang besar antara diri yang nyata dengan yang ideal menunjukkan adanya gangguan. Berdasarkan pandangan ini, adanya sesuatu hal yang diharapkan dan ditakutkan  merupakan fenomena yang sehat secara psikologis karena memberikan keseimbangan antara diri posistif yang diharapkan dengan diri negatif yang ditakuti. Diri positif dapat mengarahkan remaja ke dalam hal yang positif sedangkan diri negatif dapat diidentifikasikan sebagai hal-hal yang harus dihindari.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulakn bahwa remaja pada hakikatnya adalah individu yang unik yang memiliki dinamika dalam perspektif diri baik positif maupun negatifnya, sehingganya harus ditanamkan rasa optimisme yang kuat untuk dapat menjadi remaja yang berkualitas, percaya akan kemampuannya sendiri tanpa harus merasa terkucilkan yang dapat menimbulkan rasa kurang percaya diri.

4.3  Meningkatkan Rasa Percaya Diri Remaja Melalui Teknik Cinema Therapy
4.3.1        Strategi Pembentukan Kepercayaan Diri
                        Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Untuk sebagian besar remaja, rendahnya rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara, ungkap Damon tahun 1991 (dalam Santrock, 2003). Tetapi bagi beberapa remaja rendahnya rasa percaya diri dapat menimbulkan masalah. rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, bunuh diri dan anoreksia nervosa, delinkuensi dan masalah penyesuaian diri lainnya (Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus & Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 dalam Santrock, 2003).
                        Karena itu ada beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangan jika sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
a.       Menilai diri secara objektif
      Belajar menilai diri secara objektifdan jujur. Susunlah daftar “kekayaan” pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua aset-aset berharga Anda dan temukan aset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti: pola pikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, ataupun sebab-sebab eksternal lainnya.
b.      Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
      Sadari dan hargailah sekecil apa pun keberhasilan dan potensi yang dimiliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan bertransformasi diri sejak dahulu hingga kini. Megabaikan atau meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munclnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.
c.       Positive Thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka persepsi negatif yang muncul dalam benak diri. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa no bodyis perfect dan it’s okay if i made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, dan menyebar. Semakin besar dan menyebar, semakin sulit dikendalikan  
d.      Gunakan Self-Affirmation
      Untuk memerangai negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri.
              Contohnya:
·         Saya pasti bisa !
·         Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
·         Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan.
·         Sayalah yang memegang kendali hidup ini
e.       Berani mengambil resiko
      Berdasarkan pemahaman diri yang objektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu meghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah ataupun mengatasi resikonya.
f.       Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, individu tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan, serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat  orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah meliahat matari terbit. Hidup yang dipenuhi dengan keluhan, ras marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekcewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan.denagn beban seperti itu, bagaimana remaja itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal yang baik dalam hidupnya? Tidak heran jika diri dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan diri dengan orang-orang yang membuat cemburu hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang dialami dan percaya bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik bagi hidup Anda.

g.      Menetapkan tujuan yang realistis
      Perlu yang namanya mengevaluasi tujuan-tujuan yang ditetapkan, dalam arti tujuan tersebut apakah sudah realistik atau tidak. Dengan menetapkan tujuan yang lebih realistik maka akan memudahkan Anda dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan lebih percaya diri dalam mengambil langkah tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan.

4.3.2        Teknik Cinema Therapy Sebagai Alternatif dalam Pembentukan Kepercayaan Diri Remaja
       Percaya diri memegang peranan sangat penting dalam keberhasilan seseorang. Kita bisa melewatkan kesempatan bagus jika kita tidak percaya diri. Krisis percaya diri adalah salah satu penghambat terbesar dalam bertindak. Bukan hanya ragu bertindak, bahkan tidak bertindak sama sekali. Pertanyaannya adalah, mengapa teknik cinema therapy membawa pengaruh terhadap upaya meningkatkan rasa percaya diri? Berikut akan dijabarkan hal apa saja yang termasuk dalam sebuah film (sumber: www.cinematherapy.com) .

                                       Bagan 1.
Film menandakan cerita, kiasan, mitos, mimpi, lelucon dan dongeng. Hal itu semua yang menjadi warna dalam sebuah film yang semuanya dapat digunakan sebagai terapi.
A.    Proses kerja Sinema Therapy
Bagaimana teknik atau metode dalam meningkatkan rasa  percaya diri? Cinema Therapy bisa menjadi alternatifnya.  Karena cinema therapy menjadi alternatif dalam meningkatkan rasa percaya diri, berikut akan dijelaskan bagaimna langkah atau proses “Group Cinema Therapy”,(sumber: www.cinematherapy.com) yaitu:
Eksplorasi metafora, alur cerita dan karakter tokoh dalam sebuah film atau
Membangkitkan semangat diri
Memahami isu-isu
Menemukan makna
 









 
                                                   Bagan 2.

Bagimana memahami alur cerita dan karakter tokoh dalam sebuah film, ada proses yang terjadi yakni:
a.       Dengan melihat film, itu menandakan bahwa terjadi kerja aktif dalam otak yang menunjukkan diri memahami isu-isu emosi yang ditandai dengan tibulnya kepahaman dengan sebuah alur cerita dalam film.
b.      Terapi dengan menggunakan film atau sinema ternyata dapat membangkitkan semangat di alam bawah sadar kita. Dengan menonton film luapan ekspresi emosi terjadi. Penonton seperti terkena sihir, seolah berada di dalam alur cerita film.
c.       Titik akhir dari cinema therapy adalah menemukan makna atau maksud dari alur cerita film. Penemuan makna ini yang kemudian dapat mendorong untuk tampil seperti apa yang semestinya, bisa berupa motivasi,  hubungan depresi, percaya diri dsb.

       Di dalam proses aktif rasionalisasi film atau sinema, ada alur kerja sampai ia menemukan titik penemuan makna, yang dapat dijabarkan sebagai berikut (sumber: www.cinematherapy.com) :

Down Arrow: mindlesness 



Logika (alur cerita)
Bahasa (dialog)
Visual spacial (gambar, warna,simbol)
Musik (suara & musik)
Interpersonal
Kinestetik
Intra-psychic
Proses Aktif
NONTON FILM


Makna
 





 
Up Arrow: sadar


                                          
       Bagan 3.
Bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
          Dalam proses aktif nonton sebuah alur cerita film maka hal yang perlu untuk diperhatikan ketika mengharapkan adanya menemukan titik makna, maka yang semestinya terjadi adalah proses “sadar” dan mindlesness dalam memberikan sugesti dari terapi yang menggunakan film. Sadar artinya orang yang menonton film harus benar-benar tahu dan fokus bahwa dirinya berada untuk menonton tayangan film, sedangkan mindlesness dapat diartikan sebagai kemampuan diri untuk menghilangkan hal yang merasa diri lebih tahu atau bahkan sudah tahu. Karena hal itu tentu akan memberi dampak atau pengaruh dalam diri karena tidak akan efektif penggunaan teknik cinema therapy. 
Hal yang terdapat dalam proses aktif pemberian informasi dalam cinema terapi, yaitu:
a.       Logika (alur cerita): menandakan adanya bagaimana kita dapat memahami setting alur cerita dalam film atau cinema.
b.      Bahasa (dialog): adanya memahami dialog atau isi cerita dalam film.
c.       Visual spacial (gambar, warna,simbol): dalam proses aktif nonton film pasti ada unsur gambar yang hal itu menjadi dasar sugesti dengan adanya indera yang berperan untuk melihat yang kemudian membawa informasi melihat ke dalam proses kerja otak dalam memaknai arti simbol atau gambar.
d.      Musik (suara & musik): efek musik juga berpengaruh untuk memberikan sugesti ke dalam alam bawah sadar penonton. Penggunaan musik dalam film adalah hal yang mendukung dalam proses pemberian sugesti.
e.       Interpersonal: berkaitan dengan bagaimana diri dapat memahami keadaan personal dari tokoh yang diceritakan dalam film atau cinema.
f.       Kinestetik: atau kata lainnya adalah seni atau keindahan. Merupakan unsur film yang memiliki unsur kinestetik dalam memberikan pengaruh kepada penonton. Kinestetik berkaitan pula dengan gambar bergerak yang memberikan efek visual yang mendorong penonton untuk dapat memahami arti alur film yang diceritakan.
g.      Intra-psychic: merupakan keadaan jiwa personal, yang dapat membimbing dalam penemuan makna dari film yang dijadikan metode dalam cinema therapy.
        Jadi, teknik cinema therapy dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan rasa percaya diri remaja karena dengan cinema therapy dapat membangkitkan semangat diri bereksplorasi. Banyak hal yang dapat dipelajari dengan menggunakan cinema theapy atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai terapi film.
        Hasil akhir dalam teknik cinema therapy adalah menemukan makna tersirat maupun tersurat dari tayangan film. Misalnya, terapi film dengan menumbuhkan rasa percaya diri ataupun motivasi adalah film atau movie yang juga berkaitan untuk meningkatkan rasa percaya diri.
        Penemuan makna dalam film ini tidak terjadi begitu saja, namun didalamnya terdapat proses yang pajang seperti yang telah dijabarkan di atas. Makna dalam film tentunya membawa inspirasi bagi penonton dalam hal ini adalah remaja yang menjadi objek dalam peningkatan rasa percaya diri mereka.         
        Rasa percaya diri itu tumbuh dari panggilan alam bawah sadar yang menjadikan film untuk menginspirasi remaja dalam mengeksplorasi ide-ide dan dapat mempengaruhi atau bahkan mengubah pola mindset menjadi motivasi diri.
Hal ini di dukung oleh Murty Lefkoe (dalam Wolzt, 2004) yang menyebutkan bahwa drama atau movie bisa meningkatkan kepercayaan diri karena dalam menghayati drama, penonton seperti mempercayai sepenuhnya pada drama. Ketika kepercayaan terbangun dalam diri orang tersebut maka dengan mudah tingkah laku dan emosi dapat dapat terpengaruhi.
Bukan hanya itu, (Birgit Wolz, 2004) menyatakan hal yang serupa bahwa menonton film dapat membangkitkan emosi dan menambah optimis hidup serta mencerahkan pikiran.
Optimisme dan semangat hidup dibutuhkan dalam meningkatkan rasa percaya diri remaja, sehingga tak lepas dari semua hal yang berpengaruh dalam diri remaja adalah bagaimana remaja dalam mengelola, meningkatkan serta mempertahankan kepercayaan diri.

BAB 5
Penutup

5.1  Simpulan
a.       Kepercayaan diri merupakan modal dalam bertindak dan menjadi sikap positip individu terhadap kemampuan yang dimilikinya, orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.
b.      Cinema Therapy merupakan alternatif terbaik yang dapat dipraktekan kepada remaja dalam meningkatkan rasa percaya diri yang menjadi modal pendobrak keberanian remaja dalam berkarya, menjadi aset pribadi yang seharusnya tertanam lekat dengan keunikan diri remaja. Dengan teknik cinema terapi dapat menginspirasikan remaja melalui ide-ide makna yang tersirat maupun yang tersurat dari suatu film atau cinema atau movie.

5.2  Saran
Dari penulisan karya tulis ini saran yang diberikan adalah:
a.       Cinema therapy seharusnya dikembangkan dengan  melihat aspek-aspek keunggulan agar memberikan manfaat besar bagi upaya peningkatan kepercayaan diri yang berdampak pada meningkatnya movivasi kreativitas remaja dalam bereksplorasi.
b.      Para pendidik dalam hal ini adalah guru dan orang tua dapat memperhatikan cara-cara penggunaan yang tempat dalam mempengaruhi remaja untuk memaknai proses kerja cinema therapy sebagai upaya meningkatkan rasa percaya diri.



 

DAFTAR PUSTAKA

Wolz, Birgit. 2004. E-Motion Picture Magic A Movie Lover’s Guide to Healing
and Transformation. Colorado: Glenbridge Publishing Ltd.

Rob Allen and Nina Krebs. 2007. Dramatic Psichological Storytelling Using the
Expressive Arts and Psychotheatrics. Palgrave Macmillan: Martin’s Press.

Anthony, R. 1992. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. (terjemahan Rita
Wiryadi). Jakarta: Binarupa Aksara.

Centi, P. J. 1995. Mengapa Rendah Diri . Yogyakarta : Kanisius

Drajat , Z. 1994. Remaja, Harapan dan Tantangan. Jakarta : CV. Ruhama

Hakim, T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta : Purwa Suara.

Lauster, P. 1997. Test Kepribadian ( terjemahan Cecilia, G. Sumekto ).
Yokyakarta. Kanisius

Santrock, John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja (terjemahan Shinto B.
Adelar). Jakarta: Erlangga.

Triantoro, Safaria. 2004. Terapi Kognitif Perilaku Untuk Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan Dr. Kartini Kartono).
            Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

http://www.masbow.com/2009/08/percaya-diri-dalam-psikologi.html dibrowsing tanggal 31 Maret Pukul 20:.10

http://www.e-psikologi.com dibrowsing tanggal 4 Maret Pukul 19:.45.


http://www.cinematherapy.com dibrowsing tanggal 9 Maret Pukul 21:.05